Jumat, 06 April 2012

SESAL (tulisan pertama anak dengan rok biru tua)

Suatu penyesalan bukan fitnah kalau mengatakannya sering datang terlambat, seharusnya dia dihukum karena selalu melakukannya.
Ntah mengapa aku bisa berteman baik dengannya, kami akrab sejak aku masih dengan rok merah, dan baju putih lusuhku serta rambut yang ditutup oleh kain putih suci .
Biar ku ceritakan bagaimana kami berkenalan.Tapi sebelum itu, aku akan memberitahumu bahwa aku sering memanggilnya sesal..
Sesal datang tiba-tiba..aku sempat berpikir dia datang bersama angin itu..
Sekarang  aku berpikir betapa kejamnya angin karena membawanya ke kehidupanku..
Dia dengan sepatu butut, rambut pirang lusuhnya membuat suasana bangunan tua ini semakin suram dalam kehancuran..
Aku , benci unuk mengakui bahwa aku tertarik padanya.mungkin saat itu angin juga membantuku berlalri menghampirinya.Senyumannya itu seketika berubah mengerikan ketika deretan gigi yang dalam beeberapa detik itu ku sadari mirip dengan biji jagung yang sering dijual bu shanty di gerbang neraka itu. Bau tak sedap yang kurasakan saat itu mungin bisa dibuat bahan baku peledak karena kalian tak akan pernah tau seberapa dahsyat kekuatannya mengoyak hidungku.
Anak lain mungkin berlari,tapi aku tidak
aku tetap bersamanya
aku menyentuh tangannya dan memulai ritual yang kalian sebut salaman.
Dia hanya diam..diam seribu kata, tidak... mungkin sejuta, bahkan tak satupun huruf sudi keluar dari mulut yang menyerupai gua jepang itu.Tangannya dingin, seperti penjual es keliling yang dengan bodoh mencelupkan tangannya ke dalam kubangan air yang dianggap minuman oleh yang lain. Sumpah,aku takkan pernah mau untuk meminumnya.
Tapi aku terus memperhatikannya layaknya sedang  berwisata ke rumah hantu yang ada di pasar malam.
Aku membalas senyumannya dengan senyumanku yang ku anggap seperti petani yang akan mencabuti biji-biji jagung itu.
Aku pun menolongnya terjerumus dalam lubang neraka ini. Bahkan saat itu pun angin sangat membantu dengan membawa kedua tubuh tak berdosa ini, dan dalam waktu kurang dari sepuluh,bukan sebelas,dua belas, ahh tidak.. berapapun itu kami sudah tiba di bangunan tua.
Bangunan tua, dengan pohon besar yang sama tua dengannya berdiri kokoh disebelah kananku.
Bahkan aku kadang berpikir bahwa ada tiga bangunan disini..Sekolahku, pohon itu, dan anak kecil aneh yang berdiri layaknya prajurit perang tegak dan tanpa bahasa.
Ohya,,aku tak sengaja menyebutkan bahwa bangunan tua itu sekolahku,,
Aku malu menyebutnya sebagai sekolah, dia tak layak disebut sebagai sekolah..
Dindingnya berlumut...dia selalu menangis saat hujan datang, bahkan tangisannya sering mengenai buku sekolahku.Bagi yang lain ini sekolah tapi bagiku ini penjara dengan neraka disekelilingnya..
Tapi ada satu sudut yang paling aku sukai yang membuatku tetap bertahan disini.
Dibawah pohon tua itu., pohon tua yang kata pak tito , guru paruh baya yang sering menyangkutkan batang tak berdosa yang sengaja dibakarnya sehingga mengeluarkan kabut di antara gigi-giginya yang tak seperti jangung tapi deretan batu bata kemerahan itu sangat yakin kalau usia pohon ini 650 tahun.Hmm... dia memang selalu mendongeng. Lupakan dia!.bahkan saat ini aku sedang berdiri dengan sesal dibawah pohon ini.
Sekilas aku menyapa pohon ini, dengan melemparkan kerikil kecil ke batangnya,,
Aku duduk di batu favoritku tetapi sesal tetap berdiri padahal ada dua batu besar yang mungkin pohon sediakan untuk kami berdua..aneh..sungguh aneh..dia tidak seperti prajurit,mungkin..hantu



Oleh Rahmita Suri Simatupang

Tidak ada komentar: